Kolonel Hoesin Yoesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo yang berkedudukan di Bireuen disebutkan sebagai pimpinan tentara yang sangat disiplin, sehingga pasukan yang dipimpinnya kerap menuai gemilang dalam setiap pertempuran.
“Dia berpostur tinggi besar, sering memakai sepatu bot,” ujar Ali Rasyid Djuli, tokoh masyarakat Bireuen kepada atjehpost.co yang mengetahui sedikit banyak kisah tentang Kolonel Hoesin Yoesoef, sang panglima yang mengelola Radio Rimba Raya, ditemui Jumat 1 Maret 2013.
Kolonel Hoesin Yoesoef, menurut Ali, buka tipe penglima yang hanya doyan memberi perintah. Panglima yang satu ini turun langsung berperang. Seperti saat mempertahankan Medan Area saat agresi pertama.
Ali mengatakan ciri khas sang panglima itu juga, saat ke turun lapangan dan berseragam lengkap, dipinggangnya selalu terselip revolver kecil. Saat itu senjata belum seperti sekarang. Panglima adalah sosok atasan yang familiar, tetapi sangat disiplin.
“Dia bukan hanya menegakkan disiplin di pasukannya, tetapi juga di keluarganya, terlebih istrinya adalah juga pejuang berpangkat Letda, Letda Ummi Salamah namanya, anaknya ada tiga, ketiganya laki-laki, kini kabarnya sudah almarhum,” ujar Ali.
Kata Ali, Hoesin Yoesoef asal Blang Bladeh, dia menikahi Ummi Salamah, warga Desa Geulumpang Payong. Maka kini makam keduanya berada di tempat pemakaman umum Desa Geulumpang Payong, Kecamatan Jeumpa. Makamnya ditutupi semak belukar sebab belum dipugar.
Saat menjadi Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo, Hoesin Yoesoef tinggal di Pendopo Bireuen. Sementara mess perwira di Hotel Murni, kawasan Simpang Empat Bireuen. Kini Hotel Murni itu berubah menjadi Murni Square.
Sedangkan alat perang berupa senjata dan tank, yang rata-rata rampasan dari tentara Jepang. Terkonsentrasi di kawasan Juli Keude Dua, di sebut Tangsi Militer. Untuk mengenag itu, di Juli Keude Dua kini dibangun monumen berbentuk tank. []
Comments
comments
Leave a comment