Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Geureudong Pase (Himagep) Aceh Utara meminta pemerintah setempat menetapkan kawasan air terjun Tujuh Bidadari sebagai kawasan cagar alam yang dilindungi.
“Kawasan ini mulai terancam oleh perambahan hutan menjadi perkebunan. Saat ini di sekitar air terjun ada yang sudah menebang pohon-pohon besar yang berfungsi menyerap air, lalu menggantikannya dengan kebun sengon dan pala,” kata Adly Jay Lanie, Penasehat Himagep kepada ATJEHPOST.Com, Kamis, 10 Februari 2016.
Adly bersama 65 anggota Himagep telah melakukan ekspedisi ke sana pada 4 Maret lalu.
“Kami melakukan pemetaan wilayah, melihat kerusakan lingkungan, dan berencana mengusulkan kawasan ini sebagai cagar alam yang dilindungi. Jika tidak, dalam waktu 10 tahun mendatang, debit airnya terancam hilang karena penebangan hutan,” tambah Adly.
Namun demikian, Adly menangkap ada dilema di sana. Persoalannya, ketika ruang gerak masyarakat dibatasi, di sisi lain, tanah HGU milik perkebunan sawit PT Satya Agung wilayahnya sampai ke samping Krueng Kereutoe.
“Kami tidak habis pikir kenapa pemerintah bisa seceroboh itu dalam memberikan perizinan kepada perusahaan swasta. Memang itu ulah rezim lama, semasa orde baru, tapi kan masa berlaku HGU itu selama 25 tahun, tapi saat perpanjangan kemarin kenapa itu tidak dilakukan? Kami berharap agar hal tersebut dapat ditinjau ulang,” kata Adly.
Adly pun menyarankan, sebaiknya pembangunan jalan menuju air terjun jangan dulu dilakukan sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai cagar alam yang dilindungi.
“Karena justru bisa membuat perambahan hutan semakin marak. Lain halnya jika sudah ditetapkan sebagai kawasan cagar alam,” kata Adly.[]
Foto: Adly Jay Lanie di Air Terjun Tujuh Bidadari
Artikel Utama:
Laporan Khusus: Terbius Pesona Tujuh Bidadari Perawan
Comments
comments
One Comment