Bungong jeumpa, bungong jeumpa
Meugah di Aceh
Bungong teuleubeh, teuleubeh indah lagoina
Puteh kuneng, meujampu mirah
Bungong si ulah indah lagoina
Puteh kuneng, meujampu mirah
Bungong si ulah indah lagoina
BAGI orang Aceh lirik itu tentu tak asing lagi. Tanpa menyebutkan judulnya pun hafal judulnya. Secara harfiah lagu ini menceritakan tentang sekuntum bunga indah rupawan perpaduan warna putih dan kuning bernuansa kemerahan.
Jika merujuk tentang kembang, maka syairnya tentang Bungong Jeumpa (Bunga Jeumpa) yang memang sangat populer di Aceh. Bahkan sudah menjadi maskot flora Provinsi Aceh.
Tapi apakah hanya dengan cerita itu saja bisa menginspirasi seniman mencipta lagu yang tetap hidup di tengah masyarakat Aceh hingga kini? Beberapa referensi menyebutkan, Jeumpa bukan bunga biasa. Itu sudah menjadi identitas perempuan Aceh. Aromanya yang harum dianggap mewakili keperkasaan perempuan Aceh yang tak hanya hidup semata pelengkap pria.
Disebutkan, identitas ini sudah ada sejak Kerajaan Pasai. Konon, di masa itu ada Putri Jeumpa yang terkenal molek dan cerdas. Kecantikannya diibaratkan perpaduan Arab-Parsi-India dan Melayu. Itulah si Putri Jeumpa yang berkulit putih kuning kemerah-merahan. Mirip lirik dalam lagu bungong Jeumpa.
Bahkan Jeumpa juga mejadi nama sebuah kerajaan di abad ke-7 masehi, yaitu Kerajaan Jeumpa yang dipimpin Raja Jeumpa. Penulis Ibrahim Abduh dalam sebuah karyanya yang disadur dari hikayat Radja Jeumpa menyebutkan kerajaan ini berada di sekitar perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada sampai Pante Krueng Peusangan. Istana Radja Jeumpa terletak di Desa Blang Seupeueng, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet.
Dikisahkan, pada masa pra Islam, di daerah itu berdiri salah satu Kerajaan Hindu Purba Aceh yang dipimpin turun temurun oleh seorang Meurah. Kemudian datang seorang pemuda bernama Abdullah yang memasuki pusat kerajaan di kawasan Blang Seupeueng melalui Kuala Jeumpa dengan kapal niaga dari India belakang (Parsi) untuk berdagang.
Abdullah menetap menyebarkan Islam. Ia dinikahkan dengan puteri raja Ratna Kumala. Setelah mertuanya meninggal ia menggantikan posisi raja, wilayah tersebut kemudian diberi nama Kerajaan Jeumpa, sesuai dengan nama negeri asalnya di India Belakang (Persia) yang bernama “Champia” yang artinya harum, wangi dan semerbak.
Sebetulnya, cerita itu juga menyiratkan bahwa Bungong Jeumpa bukanlah tanaman endemik di Aceh. Dipercaya berasal dari India dengan nama Champaca Champa. Mirip nama asli kerajaan di masa pra Islam.Bahkan, bunga itu tak hanya di Aceh saja, juga ada di Jawa, Bali, Sulawesi hingga Maluku, dengan nama yang berbeda-beda. Di Vietnam juga bunga ini dirawat dengan baik, namanya Su Nam atau Su Ngoc Lan.
Kendati demikian, hanya Aceh yang menabalkan bunga ini sebagai simbol flora provinsi. Bagi masyarakat Aceh bunga ini sangat istimewa. Bentuknya yang angun dan keharumannya yang tajam menjadikan bunga ini sebagai lambang kesucian, identitas dan sebagai jati diri.
Orang tua zaman dulu sering menyelipkan kuntum bungong Jeumpa di gulungan rambutnya atau di saku baju sebagai parfum alami. Di upacara-upacara adat seperti pesta perkawinan dan kematian bunga ini juga sering digunakan untuk wewangian. Sering juga dicampur dalam minyak kelapa yang sering dipakai untuk meminyaki rambut atau minyak gosok.
***
Laman wikipedia menjelaskan tanaman ini berciri tumbuhan purba, dapat dianggap sebagai fosil yang hidup karena asal usulnya dapat ditelusuri hingga 95 juta tahun lalu.
Bungong Jeumpa menyembul di pucuk dedaunan pohon yang tingginya bisa mencapai25 meter dan diameter 50 sentimeter. Batangnya lurus, bulat, dengan kulit batang halus coklat keabu-abuan. Sedangkan cabangnya tumbuh tidak teratur. Daun-daunnya tumbuh berselang-seling dan tunggal. Permukaan daun di bagian bawah berbulu halus dan memberikan sensasi lembut jika disentuh.
Pohon ini juga memiliki buah berwarna coklat yang terdiri atas 2-6 biji dan terangkai dalam karangan yang banyak seperti anggur. Setelah tersebar biji-bijinya akan tumbuh dalam waktu sekitar tiga bulan, selanjutnya mulai berbunga pada usia 4-5 tahun.
Minyak atsirinya digunakan sebagai bahan parfum dan kosmetik. Selain sebagai bahan baku parfum, batangnya juga berguna untuk industri mebel. Sementara bunga dan akarnya konon juga bermanfaat untuk obat-obatan.
Jeumpa Kuneng atau Cempaka Wangi merupakan satu dari sekitar 50 spesies anggota genus Michelia. Di Aceh selain Jeumpa Kuneng, masyarakat juga mengenai Jeumpa Puteh (Michelia Alba). Spesies ini merujuk pada Cempaka berdasarkan kemiripan rupa dan aromanya.
Jeumpa Puteh ini oleh masyarakat Jawa dikenal dengan nama Kantil dan menjadi maskot flora Provinsi Jawa Tengah. Selain itu juga ada Cempaka Gondok (Magnolia liliifera) dan Cempaka Mulia (Magnolia figo sinonim Michelia figo (Lour.) Spreng). Karena bentuknya yang indah bunga ini juga menjadi tanaman hias yang dibudidayakan. | Majalah The Atjeh
Summary
Bungong Jeumpa tak lain tumbuhan purba yang bisa ditelusuri hingga 90 juta tahun lalu. Maskot Provinsi Aceh yang harum dan melegenda.
Comments
comments
Leave a comment