Gampong Pande mendadak ramai. Awal November 2013, nama desa di pinggir Banda Aceh melenting kembali. Pengunjung datang dari sejumlah kota di Aceh. Penyebabnya tak lain lantaran ditemukan uang koin emas dalam jumlah banyak. Maka, jadilah Gampong Pande primadona.
Orang-orang –dari dewasa hingga anak-anak– rela berkubang di rawa-rawa, berharap mendapat “harta karun” dari era keemasan Aceh masa silam. Ketika pihak berwenang menutup lokasi itu, ada saja orang yang nekat turun ke rawa, mendulang koin emas. Ada pula temuan sepasang pedang emas bertulisan VOC yang diyakini dari era penjajahan Belanda.
Gampong Pande adalah bukti Aceh pernah berjaya pada sebuah masa. Di sinilah ditemukan makam-makam tua milik keturunan raja, dan ulama Aceh masa lalu. Ada Makam Tuanku Di Kandang, dan Putro Ijo yang namanya hidup dalam hikayat-hikayat Aceh.
Tuanku Di Kandang dan Putro Ijo termasuk beruntung. Makamnya dirawat dan dipugar oleh pemerintah. Namun, tak sedikit makam lain yang terbengkalai, bahkan tersuruk di lumpur rawa-rawa.
Sebelum bencana tsunami Desember 2004, Gampong Pande masih punya daratan luas. Namun, saat lidah ombak laut menjilat daratan, sebagian kampung itu tergerus, berubah menjadi rawa-rawa. Itu sebabnya, nisan-nisan para raja itu kini tertimbun lumpur dengan batu nisan yang menyembul di antara pohon bakau yang mulai tumbuh.
Pemerintah terkesan alpa di Gampong Pande. Padahal, dari sinilah era Kejayaan kerajaan Islam Aceh Darussalam bermula sekitar tahun 1600 Masehi. Temuan koin emas di gampong itu diyakini bukti sejarah keemasan kerajaan Aceh.
Kini, ada harapan yang menggantung. Pemerintah diharap tergugah bertindak, menyelamatkan wilayah Gampong Pande dari kerusakan dan penjarahan terhadap harta karun yang mungkin masih tertimbun di sana.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh termasuk cepat bertindak, menyelamatkan benda-benda peninggalan bersejarah agar tak dijarah. Namun, sebagaian besar koin-koin emas itu telah berpindah tempat ke toko emas. Para penemu lebih memilih menjualnya. Satu koin emas sebesar kancing baju dihargai Rp500 ribu.
Untuk jangka panjang, Dinas Pariwisata Banda Aceh telah mengajukan permohonan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan agar Gampong Pande ditetapkan sebagai lokasi cagar budaya yang dilindungi negara.
Pemerintah Aceh mencatat, kawasan pertapakan awal Kerajaan Aceh Darussalam itu seluas 63 hektare. Dari jumlah itu, hanya 1 hektare yang ditetapkan sebagai lokasi bersejarah. Kini, sebagian besar kawasan itu telah berubah menjadi rawa-rawa dan tambak udang milik masyarakat. Daerah ini juga dijadikan lokasi tempat pembuangan sampah akhir oleh Pemerintah Kota Banda Aceh.
Siapa sangka, dari rawa-rawa itulah menyembul bukti era keemasan yang terkubur. | Majalah The Atjeh
Comments
comments
Leave a comment