Ini kisah tentang dunia lain. Dunia tanpa langit biru, tanpa matahari. Berada di dalamnya, dunia seolah hanya punya cahaya temaram, dan lorong-lorong gelap ditingkahi suara tetes air yang jatuh dari dinding-dinding kapur. Bagi manusia modern, kehidupan seperti itu dijauhi. Namun di masa lalu, di tempat seperti itulah manusia menghabiskan hari-harinya.
Dunia seperti itulah yang hadir di gua-gua dalam perut bumi seperti di Skocjan Caves, Slovenia, maupun gua Waitomo di Selandia Baru. Dua gua ini kini menjadi destinasi wisata bagi mereka yang mencari “dunia lain”.
Terbentang di dataran tinggi karst di barat daya Slovenia, Skocjan Caves memiliki ruang bawah tanah yang luas. Di dalamnya, mengalir puluhan ngarai, air terjun, dan warisan budaya. Skocjan Caves disebut-sebut lahan basah bawah tanah terbesar di dunia. Serupa labirin, lorong-lorongnya terbentang sepanjang lebih dari 6 kilometer. Ia berada pada kedalaman 200 meter di bawah permukaan tanah. Lebarnya sekitar 100 meter.
Karena keunikannya, pada 1986, lembaga PBB UNESCO memasukkan Skocjan Caves sebagai World Heritage, cagar alam dan budaya warisan dunia yang dilindungi.
UNESCO punya alasan kuat melindungi gua Skocjan. Selain keindahan alam, gua itu juga menyimpan kisah peradaban manusia. Dalam situs resmi unesco.org disebutkan, penggalian arkeologi mengungkapkan situs itu telah ditempati selama lebih dari 10 ribu tahun: sejak zaman batu hingga era kejayaan Romawi. Itu sebabnya, sejak studi ilmiah pertama dilakukan pada abad ke-19, gua itu dianggap fenomena karst penting di Eropa. Sejak 1839, para peneliti silih berganti datang ke sana.
Para peneliti meyakini gua ini terbentuk akibat tenggelamnya Sungai Reka ribuan tahun lalu. Sungai yang semula berada di permukaan tanah ini, lama-kelamaan menghilang di bawah tanah, mengalir di antara batu-batu kapur.
Kini, di dalam gua Skocjan dibangun jembatan untuk menghubungkan lorong-lorong bawah tanah. Lebarnya sekitar yang menghubungkan satu titik dengan lokasi lain.
Di belahan lain bumi, tepatnya di North Island, Selandia Baru, gua Waitomo menyajikan keunikan tersendiri. Langit-langit gua di bawah bukit Waitomo itu menampilkan cahaya serupa kerlip bintang. Cahaya itu berasal dari larga serangga serupa cacing dengan nama latin Arachnocampa luminosa. Warnanya unik, campuran hijau dan biru.
Keunikan itu telah menyedot wisatawan untuk berkunjung ke sana. Ditemukan pertama kali pada 1887, dua tahun kemudian gua itu dibuka untuk umum. Situs waitomo.com menyebutkan, totalnya ada 300 gua di sana.
Selain pendar cahaya dari serangga, gua Waitomo juga menawarkan petualangan lain; menyusuri sungai bawah tanah dengan menggunakan perahu karet atau ban. Sejumlah perusahaan travel yang beroperasi di sana juga menawarkan petualangan arung jeram.
Labirin gua itu memang diukir oleh aliran sungai bawah tanah yang melewati batu gamping lunak selama ribuan tahun. Stalagtit dan stalagmit tak hanya menggantung di langit-langit, tapi juga mencuat dari lantai gua. Bentuknya kerucut lancip. Jika tidak hati-hati, bisa menjadi ranjau bagi pengunjung.
Sejak berabad-abad silam, gua-gua di perut bumi telah bersentuhan dengan kehidupan manusia. Gua Hira di Mekkah, misalnya, adalah tempat Nabi Muhammad menerima wahyu.
Kehidupan di gua juga menginspirasi Plato, filsuf Yunani, untuk melahirkan filsafat kebenaran. Bagi Plato, manusia adalah orang-orang yang hidup di gua. “Jika ada seseorang yang keluar dari gua, lalu memberitahu temannya ada dunia lain di luar sana, tentu ia akan dianggap gila dan tak dipercaya.”
Ya, gua adalah sebuah dunia lain dengan segala keajaibannya.[]
Comments
comments
Leave a comment