Direktur Bidang Lingkungan Hidup Indonesia USAID, John Hansen dan Direktur Sumber Daya Hutan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Hernowo secara resmi meluncurkan program Lestari di aula Dinas Kehutanan Propinsi Aceh, Banda Aceh, Selasa, 15 Maret 2016.
Lestari merupakan program USAID yang fokus pada upaya-upaya mitigasi perubahan iklim dan konservasi hutan. Program ini berlangsung hingga lima tahun ke depan (2015-2020). Dari total 8,42 juta hektar hutan wilayah kerja di seluruh Indonesia, 1,5 juta di antaranya atau 17,8 persen berada di Aceh.
Adapun wilayah kerja Lestari di Aceh adalah bentang alam Leuser (Leuser Landscape) yang meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya serta mencakup bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
Tujuan Lestari adalah menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berasal dari sektor pemanfaatan lahan dengan melindungi hutan yang memiliki nilai konservasi yang tinggi, diintegrasikan dengan program pembangunan yang beremisi rendah atau Low Emission Development) pada lahan lain yang telah rusak.
Dalam pertemuan yang dihadir juga oleh Kadis Kehutanan Aceh, Ir, Husaini Syamaun, terungkap bahwa program ini akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik dari swasta maupun dari pemerintah, seperti anggota Kelompok Pengelola Hutan (KPH) III, V dan VI. KPH berperan penting dalam memperkenalkan bentuk tata kelola hutan lokal yang dipusatkan pada upaya membangun kemitraan dengan komunitas lokal.
Lalu, apa indikator kesuksesan program ini? Ditanya saat jumpa pers, John Hensen mengatakan indikator program ini dapat dilihat dari capaian program. “Lestari akan mengelola 8,42 juta hektar hutan dengan baik, satu setengah juta diantaranya berada di Aceh,” katanya. Selain itu, Lestari membantu target pemerintah untuk menurunkan sebesar 41 persen emisi karbon. ” Ini dapat terlaksana dengan kerja sama dengan semua pihak,” ucapnya.
Hensen juga menekankan bahwa Lestari bekerja sama dengan pihak swasta dengan membentuk 10 kemitraan Publik-swasta (Publik Private Partnership) untuk meningkatkan efektivitas Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Untuk memastikan program ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, Hensen mengatakan bahwa Lestari bekerja sama langsung dengan masyarakat di tingkat tapak. “Komunitas dilibatkan sejak dari perencanaan menyusun zonasi dan tata ruang, mengatur konservasi dan juga melibatkan pihak lain,”katanya.
Selain di Aceh Lestari juga bekerja di lima bentang alam lain yaitu lanskap Katingan-Kahayan (Kalimantan Tengah), lanskap Lorentz Lowlands, Lanskap Mappi-Bouven Digoel, Lanskap Sarmi dan Lanskap Cyclop (Papua).[]
Comments
comments
Leave a comment