PAGI Rabu (9/3/2016) saya bergegas menuju daerah Ulee Lheue Banda Aceh untuk melihat penampakan Gerhana Matahari Total (GMT). Tapi di Banda Aceh gerhana yang bisa dilihat tidak total, paling sekitar 30 persen saja. Namun hal ini saja sudah menarik, buktinya beberapa hot spot di Ulee Lheue dipadati masyarakat. Telat sedikit bisa-bisa tidak kebagian tempat, sudah seperti naik angkotan umum yang padat saja layaknya. GMT ini memang peristiwa langka, akan terjadi 350 tahun lagi katanya. Memang tahun 2023 akan terjadi gerhana matahari lagi, namun tempatnya berbeda yang mungkin tak bisa kita nikmati lagi.
Usai menyaksikan GMT, saya beristirahat sambil merenungkan kebesaran Ilahi yang baru saja terjadi. Saya mengingat-ingat apa yang akan terjadi pada lingkungan seandainya saja GMT berlangsung terus menerus tanpa henti. Yang sudah pasti adalah kegelapan akan menyelimuti bumi. Namun apa dampaknya terhadap lingkungan?
Syukurlah GMT hanya berlangsung antara 2-3 menit saja. Seandainya berlangsung dalam waktu yang lama, misalkan satu bulan, maka dampaknya pasti sangat kentara. Bumi akan diliputi kegelapan, tak ada cahaya matahari yang sampai ke daratan. Padahal cahaya matahari ini sangat penting bagi tanaman untuk membantu proses fotosintesis. Radiasi matahari menjadi sumber energi utama dalam proses fotosintesis atau dengan kata lain proses metabolisme tumbuhan akan macet. Akibatnya tanaman bisa mati, ataupun kalau hidup tapi tak bisa menghasilkan buah atau bagian yang menjadi pangan bagi manusia. Dampaknya dahsyat sekali, akan terjadi kelaparan hebat umat manusia.
Fenomena gelapnya bumi pernah terjadi beberapa kali di muka bumi sepanjang sejarah manusia. Salah satunya adalah meletusnya gunung Rinjani, yang diperkirakan terjadi pada 1257, di abad ke-13. Saking dahsyatnya, jejak kimiawinya terekam dalam es di Arktik dan Antartika. Letusan gunung ini menyebabkan abu vulkaniknya menyebar ke berbagai belahan dunia. Langit yang tertutup debu menyebabkan bumi menjadi gelap. Teks dari Abad Pertengahan menceritakan tentang iklim yang secara mendadak mendingin dan panen yang gagal. Membuat warga susah, bahkan diduga banyak yang tewas.
Bisa dibayangkan bencana kelaparan yang terjadi akibat gelapnya dunia. Semua tanaman membutuhkan cahaya matahari sebagai sumber energi. Jadi bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya jika kegelapan terus menyelimuti bumi.
Bagi hewan sendiri kegelapan memberikan dampak yang negatif. Banyak laporan penelitian yang mengekspose apa yang terjadi pada hewan jika bumi diliputi kegelapan. Misalnya saja satwa yang hidupnya diwaktu malam seperti Burung Hantu atau kelelawar. Hewan-hewan ini bisa-bisa tidak sempat beristirahat karena terus beraktivitas. Mereka beranggapan bahwa malam terus terjadi. Ini sangat berpengaruh pada fisiologi tubuh hewan itu. Begitu juga dengan hewan yang biasa hidup di waktu terang. Akan terjadi pembalikan aktivitas, hewan-hewan ini bisa jadi tidak beraktivitas karena beranggapan malam masih terus berlangsung.
Untungnya GMT hanya terjadi beberapa saat. Fenomena ini bisa menjadi pelajaran bagi manusia untuk terus menghargai keseimbangan alam. Tubuh makhluk hidup sudah didesain sedemikian rupa sesuai dengan kondisi alam. Jika manusia bersikeras merubah alam, maka tunggu saja kehancuran yang akan terjadi.[]
Comments
comments
Leave a comment